jadwal sholat

Selasa, 11 November 2014

makalah tafsir ibn Jarir ath-Thobari


BAB I
PENDAHULUAN

Jika kita membicarakan tentang Ibn Jarir at-Thabari berarti kita berbicara tentang “syaikh”-nya para ahli tafsir. Hal ini tidak diragukan lagi. Ibn Jarir at-Thabari mulanya adalah seorang sastrawan dalam bahasa Arab. Beliau memiliki ungkapan kata-kata sangat indah yang jarang digunakan oleh sastrawan lainnya. Ketika membaca tulisan beliau tidak dirasakan bahwa hal itu dibuat-buat, tetapi kita akan merasakan indahnya balaghah dan fasahah bagaikan kelap-kelip air yang mengalir atau bagaikan suara percikan air yang gemercik. Kedua maçam perkara tersebut hanya ada pada mereka yang memiliki ungkapan yang sangat menawan.
Ibn Jarir at-Thabari adalah seorang yang sangat ahli dalam fiqih. Beliau adalah pendiri sebuah mazhab, tetapi sangat disa- yangkan tidak ada yang mengumpulkan pendapat beliau untuk menjadikan sebuah mazhab. Adapun dalam makalah ini, kami akan berusaha menjelaskan mengenai tafsir beliau yang berjudul Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan kita mengenai tafsir tersebut.

















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi At-Thabari.
Ibnu Jarir at-Thabari adalah seorang ahli tafsir terkenal dan sejarawan terkemuka. Nama lengkap at-Thabari adalah Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Kasir bin Ghalib at-Tabari (selanjutnya disebut dengan at-Thabari). Ia di lahirkan di Amul ibu kota Tabaristan, kota ini merupakan salah satu propinsi di Persia dan terletak di sebelah utara gunung Alburz, selatan laut Qazwin. Pada tahun 224/225H atau sekitar tahun 839-840. dan meninggal 310 H.[1] At-Thabari hidup pada masa Islam berada dalam kemajuan dan kesuksesan dalam bidang pemikiran. Iklim seperti ini secara ilmiah mendorongnya mencintai ilmu semenjak kecil. at-Thabari juga hidup dan berkembang dilingkungan keluarga yang memberikan perhatian besar terhadap masalah pendidikan terutama bidang keagamaan. Mengkaji dan menghafal al-Qur’an merupakan tradisi yang selalu ditanamkan dengan subur pada anak keturunan mereka termasuk at-Thabari. Dedikasinya yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan sudah terlihat semenjak ia masih kanak-kanak. Salah satu prestasinya adalah ia telah menghafal Al-Qur’an pada usia tujuh tahun. Hal itu tentu saja sesuatu hal yang sangat fenomenal, mengingat Imam Syafi’i menghafal Al-Qur’an pada usia 9 tahun dan Ibnu Sina sekitar 10 tahun.[2]
At-Thabari begitu arif dan bijaksana, beliau tidak memandang rendah orang lain meskipun Allah swt, memberikan kelebihan dan kemampuan yang tidak lazim dimiliki oleh orang kebanyakan. Dengan ilmunya yang tinggi, semakin mendekatkannya kepada sang yang maha Kuasa, dan semakin bijaksana menyikapi persoalan-persoalan duniawi.
At-Thabari adalah salah seorang tokoh terkemuka yang menguasai berbagai disiplin ilmu dan telah meninggalkan warisan ke-Islaman cukup besar yang senantiasa mendapat sambutan dan apresiasi baik di setiap masa dan generasi. Ia mendapatkan popularitas luas melalui dua buah karyanya Tarikhul Umam wal Muluk tentang sejarah dan Jami’ al Bayan fi ta’wil ay al- Qur’an tentang tafsir. Kedua buku tersebut termasuk diantara sekian banyak rujukan ilmiah penting. Bahkan buku tafsirnya merupakan rujukan utama bagi para mufassir yang menaruh perhatian terhadap Tafsir bi al-ma’sur.[3] disamping karya-karya lainnya yang berhasil ia tulis. Secara tepat belum ditemukan data mengenai jumlah buku yang berhasil diproduksi dan terpublikasikan yang pasti dari catatan sejarah membuktikan bahwa karya-karya at-Thabari meliputi banyak bidang keilmuan diantaranya; Bidang Hukum, Tafsir, Hadis, Teologi, Etika Religius dan Sejarah.

B. Tafsir At-Thabari
Tafsir At-Thabari ini terdiri dari 30 jilid, masing-masing berukuran tebal. Pada mulanya tafsir ini pernah hilang, namun kemudian Allah menakdirkan muncul kembali ketika didapatkan satu naskah manuskrip tersimpan dalam penguasaan seorang amir yang telah mengundurkan diri, Amir Hamud bin ‘Abdur Rasyid, salah seorang penguasa Nejd. Tidak lama kemudian Kitab tersebut diterbitkan dan beredar luas sampai ditangan kita, menjadi ensiklopedi kaya tentang tafsir bil ma’tsur.
Tafsir at-Thabari adalah tafsir yang paling tua yang sampai kepada kita secara lengkap. Sementara tafsir-tafsir yang mungkin pernah ditulis orang sebelumnya tidak ada yang sampai ke kita kecuali hanya sedikit sekali. Itu pun terselip dalam celah-celah tafsir at-Thabari tersebut.[4]
Dalam Muqaddimah kitabnya telah dijelaskan bahwa ia memohon pertolongan Allah agar menunjukkan pendapat yang benar dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an; mengenai ayat yang muhkam dan mutasyabih, perkara halal dan haram, umum dan khusus, global dan terperinci, nasikh dan mansukh, jelas dan samar, dan yang hanya mnerima penakwilan atau penafsiran.
At-Thabari sangat bersungguh sungguh dalam menjelaskan semua perkara itu, hal ini terlihat dalam setiap bagian kitabnya, dimana ia meneliti dengan sangat sabar setiap hadis dan atsar yang menyangkut penafsiran setiap ayat Al-Qur’an, tanpa pernah lalai mengungkapkan asbab nuzul-nya, hukum-hukum, Qira’at, dan beberapa kalimat yang maknanya perlu dijelaskan lebih detail. Semua itu dilakukannya dalam rangka mewujudkan sebuah kitab tafsir yang lebih sempurna dari yang pernah ada sebelumnya, hingga memenuhi kebutuhan seluruh manusia.
Keinginannya untuk menambahkan ilmu baru menjadikan Kitab tafsirnya makin kuat dan kaya. Di mana seorang pembaca akan menemukan ilmu baru yang tidak ditemukan pada buku yang lain. Hal ini tampak jelas pada gaya tulisan at-Thabari yang selalu melakukan perbandingan-perbandingan, dengan ungkapannya yang sangat masyhur seperti:” pendapat yang benar dalam hal itu menurutku adalah....” atau”menurut kami”. Atau mengatakan,”pendapat yang paling benar diantara dua pendapat ini” atau “diantara pendapat-pendaat yang ada adalah..”atau mengatakan,”... dan qira’at yang aku pilih adalah...” dan seterusnya.[5]

C    Metodologi Penafsiran At-Thabari
Adapun metodologi tafsir Ibnu Jarir at-Thabari dalam menafsirkan Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1.     Berlandaskan Penafsiran Bil-ma’tsur
Penafsiran bi al-Matsur adalah salah satu model tafsir yang paling utama dan tertinggi kedudukannya bila dibandingkan dengan model tafsir yang lain, karena dengan menafsirkan Al-Qur’an menggunakan kalam Allah sendiri, perkataan Rasulullah saw., dan periayatan para sahabat. Allah lebih mengetahui akan maksud dan ucapan-Nya, perkataan Rasulullah adlah penjelasnya dan para sahabat adalah orang-orang yang menyaksikan turunnya ayat-ayat Al-Qur’an.[6]
Ibnu Jarir at-Thabari dalam hal ini, memulai menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan mencari tafsiran suatu ayat dari ayat Al-Qur’an yang lain, karena ia yakin bahwa ayat-ayat Al-Qur’an adalah satu mata rantai yang tak bisa dipisahkan, seperti ketika beliau menafsirkan kata الظلم  pada surat al-An’am ayat 82 dengan kata الشرك yang ternyata tafsiran tersebut diambil dari surat Lukman ayat 13.
Ibnu Jarir at-Thabari juga banyak menafsirkan Al-Qur’an dengan hadis, ia sangat teliti dalam mengemukakan jalan-jalan periwayatan sampai kepada pemabawa berita pertama (al-rawi A’la) . Penafsirannya selalu diperkuat dengan riwayat-riwayat dan jika pada penafsiran  itu terdapat dua pendapat atau lebih maka ia memaparkan semuanya, ia tidak semata-mata menyebutkan riwayat saja tetapi kadang dijelaskan secara rinci dan pada gilirannya mentarjih riwayat-riwayat tersebut.[7] At-Thabari tidak begitu saja menafsirkan Al-Qur’an tetapi di dasari berbagai macam pengembaraan pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu, sehingga wajar saja jika hasil pikirannya dijadikan referensi oleh para penafsir sesudahnya.

2. Corak Penafsiran At-Thabari
Ibnu Jarir at-Thabari menguasai berbagai disiplin ilmu teramsuk didalamnya fiqh, maka tidak diherankan jika dalam menafsirkan ayat-ayat hukum beliau selalu mengungkap pendapat ulama yang punya keterkaitan dengan masaalah yang dimaksud, lalu mengemukakan pendapatnya.
Ibnu Jarir at-Thabari dalam menyelesaikan persoalan fiqh, maka beliau menjelaskan semua pendapat ulama tentang hal itu, kemudian dikemukakan pendapatnya mengenai masalah tersebut. Seperti ketika ia menafsirkan QS. al-Nahl (16):8:
 Ÿ@øsƒø:$#ur tA$tóÎ7ø9$#ur uŽÏJysø9$#ur $ydqç6Ÿ2÷ŽtIÏ9 ZpuZƒÎur 4 ß,è=øƒsur $tB Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÑÈ  
dan (dia telah menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya.

Ibnu Jarir at-Thabari ketika menafsirkan maksud ayat di atas, beliau terlebih dahulu menyebutkan pendapat semua ulama tentang hukum makan kuda, kemudian mengemukakan pendapatnya sendiri bahwa ayat tersebut tidak menunjukkan kepada pengharaman.

3.    Metode Penafsiran At-Thabari
Metode penulisan yang digunakan at-Thabari adalah metode tahlili di mana beliau menafsirkan ayat Al-Qur’an secara keseluruhan berdasarkan susunan mushaf, ia menjelaskan ayat demi ayat, dengan menjelaskan makna mufradat-nya serta beberapa kandungan lainnya.
Metode Tahlili adalah metode tafsir yang berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya Segala segi yang dianggap perlu oleh seorang mufasir tahlili diuraikan, bermula dari arti kosakata, asbab al-nuzul, munasabah, dan lain-lain yang berkaitan dengan teks atau kandungan ayat.[8]

Dalam menafsirkan, at-Thabari menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Mengawali penafsiran ayat dengan mengatakan: "Pendapat tentang takwil firman Allah, begini. Kemudian menafsirkan ayat dan menguatkan pendapatnya dengan apa yang diriwayatkannya dengan sanadnya sendiri dari para sahabat atau tabi'in.
2.       Menyimpulkan pendapat umum dari nash al-Qur'an dengan bantuan atsar-atsar yang diriwayatkannya.
3.      Menyebutkan atsar-atsar yang berasal dari Rasulullah saw., sa­habat dan tabi'in dengan menuturkan sanad-sanadnya, dimulai dari sanad yang paling kuat dan paling shahih.
4.      Menguatkan pendapat yang menurutnya kuat dengan menye­butkan alasan-alasannya.
5.      Melanjutkannya dengan menjelaskan pendapat ahli bahasa, seperti bentuk kata dan maknanya, baik tunggal maupun gabungan serta menjelaskan makna yang dimaksud dalam nash yang bersangkutan.
6.      Melanjutkannya dengan menjelaskan qira'at-qira'atnya dengan menunjukkan qira'at yang kuat dan mengingatkan akan qira'at yang tidak benar.
7.      Menyertakan banyak syair untuk menjelaskan dan meng­ukuhkan makna nash.
Menuturkan I'rab dan pendapat para ahli nahwu untuk men­jelaskan makna sebagai akibat dari perbedaan I'rab.
8.      Memaparkan pendapat-pendapat Fiqih ketika menjelaskan ayat-ayat hukum, mendiskusikannya dan menguatkan penda­pat yang menurutnya benar.
Kadang-kadang la menuturkan pendapat para ahli kalam -dan menjuluki mereka dengan ahli jadal (ahli teologi dialektis), mendiskusikannya, kemudian condong kepada pendapat Ahli Sunnah wal Jama'ah.[9]

D. Karya-Karya Imam at-Thabary.
1.    Jami’Al-Bayan fi Ta’wil ai Al-Qur’an yang lebih dikenal dengan sebutan At-tafsir Ath-Thabary
2.    Tarikh Umam wa Al-Muluk yang lebih dikenal dengan Tarikh Ath-Thabar
3.    al- Adabul Hamidah wal Akhlaqun Nafisah
4.    Tarikhur Rijal
5.    Ikhtilafu Fuqaha’
6.    Tahzibul asar
7.    Kitabul Basit fil Fiqh
8.    Al-Jami’ Fil Qira’at
9.     Kitabut Tabsir Fil Ushul.[10]
Dan masih banyak lagi kitab-kitab beliau yang tidak disebutkan disini.

E.  Guru-Guru Beliau
Guru-guru beliau
diantaranya adalah:
1. Muhammad bin Abdul Malik bin Abi Asy-Syawarib
2. Ismail Bin Musa As-Sanadi
3. Ishaq bin Abi Israel
4. Muhammad bin Abi Ma'syar
5. Muhammad bin Hamid Ar-Razi
6. Ahmad bin Mani'
7. Abu Kuraib Muhammad Ibnul A'la
8. Ash-Shan'ani
9. Bundar
10. Muhammad bin Al-Mutsanna, dan selain mereka.

F. Murid-Murid Beliau
Adapun diantara murid-murid beliau adalah:
1. Abu Syuaib bin Abdillah bin Al-Hasan bin Al-Harani.
2. Abul Qasim Ath-Thabrani
3. Ahmad bin Kamil Al-Qadhi
4. Abu Bakar Asy-Syafi'i
5. Abu Ahmad Ibnu Adi
6. Mukhallad bin Ja'far Al-Baqrahi
7. Abu Mammad Ibnu Zaid Al-Qadhi
8. Ahmad bin Al-Qasim Al-Khasysyab
9. Abu Amr Muhammad bin Ahmad bin Hamdan
10. Abu Ja'far bin Ahmad bin Ali Al-Katib
.[11]

G. Pandangan Ulama Terhadap Imam At-Thabari.
Banyak ulama yang memuji At-Thabari. Mereka mengatakan: Dia adalah seorang ‘alim yang tsiqah (bisa dipercaya), salah satu imam besar Ahlus Sunnah, pendapatnya diambil, dan keluasan ilmunya dijadikan referensi, dan memiliki manhaj yang lurus. Dia meninggalkan sejumlah karya bermanfaat, yang paling terkenal adalah kitab tafsir besar, Jami’ Al Bayan ‘fi Ta’wilil ai Quran, dan mayoritas ulama mengenalnya dengan sebutan Tafsir at-Thabar. Ini merupakan tafsir lengkap pertama yang sampai kepada kita, dan setiap mufassir yang datang setelahnya telah mengambil manfaat darinya. Oleh karena itu, para ulama menyebutnya sebagai Bapak Tafsir, sebagaimana dia juga disebut Bapak Sejarah, lantaran dia memiliki karya besar dalam bidang sejarah yang tidak pernah ada manusia yang membuat semisalnya, kecuali karya sebelumnya tidak bisa dipegang secara meyakinkan. Kitab tersebut diberi judul Tarikhul Umam wal Muluk. Dia juga membuat karya, Tahdzibul Atsar, dan lain-lain. Beliau wafat di Baghdad pada tahun 310 H. Banyak didapati pengakuan terhadap Imam At-Thabari dalam usahanya mengembangkan Tafsir, seperti berikut ini:
Imam An Nawawi dalam Tahdzibnya mengemukakan: “Kitab Ibnu Jarir dalam bidang tafsir adalah sebuah kitab yang belum seorangpun ada yang pernah menyusun kitab yang menyamainya. Beliau juga pernah mengatakan: “”Umat telah bersepakat tidak ada yang menyamai tafsir beliau ini.”
Imam as-Suyuthi, seorang mufasir menyatakan seperti berikut: “Kitab ibnu Jarir adalah kitab tafsir paling agung (yang sampai kepada kita). Didalamnya beliau mengemukakan berbagai macam pendapat dan mempertimbangkan mana yang lebih kuat, serta membahas I’rob dan istimbat. Karena itulah ia melebihi tafsir-tafsir karya para pendahulu.”[12]




















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ibnu Jarir at-Thabari adalah seorang ahli tafsir terkenal dan sejarawan terkemuka. Nama lengkap at-Thabari adalah Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Kasir bin Ghalib at-Tabari (selanjutnya disebut dengan at-Thabari). Ia di lahirkan di Amul ibu kota Tabaristan, kota ini merupakan salah satu propinsi di Persia dan terletak di sebelah utara gunung Alburz, selatan laut Qazwin. Pada tahun 224/225H atau sekitar tahun 839-840 M. Dan beliau wafat di Baghdad pada tahun 310 H. Salah satu karyanya yang sangat fenomenal ialah Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân yang merupakan rujukan paling besar dan utama, serta rujukan penting bagi mufassir bil-ma’tsur.
Tafsir At-Thabari ini terdiri dari 30 jilid, masing-masing berukuran tebal. Pada mulanya tafsir ini pernah hilang, namun kemudian Allah menakdirkan muncul kembali ketika didapatkan satu naskah manuskrip tersimpan dalam penguasaan seorang amir yang telah mengundurkan diri, Amir Hamud bin ‘Abdur Rasyid, salah seorang penguasa Nejd. Adapun  metode penulisan yang digunakan at-Thabari adalah metode tahlili.











DAFTAR PUSTAKA
al-Qattan, Manna Khalil, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, diterjemahkan oleh Mudzakir AS, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, litera AntarNusa, Bogor.

al-Rumy, Fadh ibn Abd al-Rahman, Dirasat fi Ulum al-Qur’an, diterjemahkan Amrul Hasan, Ulum al-Qur’an Studi Kompleksitas al-Qur’an, Titian Ilahi, Yogyakarta, 1996.


at-Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir, Jami’ al Bayan ‘An Ta’wil Al-Qur’an, diterjemahkan Ahsan Aksan, Pustaka Azzam, Jakarta. 2007.

Dilaga, M. Fatih Surya, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir, Teras, Yogyakarta, 2010.


Mahmud, Mani’ Abd Halim, Metodologi tafsir “kajian komperhensif mtode para ahli tafsir”, PT Grafindo Persada, Jakarta, 2006.

Razi, Muhammad. 50 Ilmuwan Muslim Populer. Qultum Media, Jakarta. 2005.






[1] Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at-Thabari , Jami’ al Bayan ‘An Ta’wil Al-Qur’an, diterjemahkan Ahsan Aksan (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 7.
[2] Muhammad Razi. 50 Ilmuwan Muslim Populer. ( Jakarta: Qultum Media, 2005). Cet ke-I, h. 109.
[3] Manna Khalil al-Qattan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, diterjemahkan oleh Mudzakir AS, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an (Bogor: litera AntarNusa, 2000), Cet. Ke-V, h. 502.
[4] Manna Khalil al-Qattan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, diterjemahkan oleh Mudzakir AS Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an..., h.502.
[5] Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at-Thabari, Jami’ al Bayan ‘An Ta’wil Al-Qur’an, diterjemahkan Ahsan Aksan..., h. 41-42.
[6] Fadh ibn Abd al-Rahman al-Rumy, Dirasat fi Ulum al-Qur’an, diterjemahkan Amrul Hasan Ulum al-Qur’an Studi Kompleksitas al-Qur’an (Yogyakarta: Titian Ilahi, 1996), h.199.
[7] Fadh ibn Abd al-Rahman al-Rumy, Dirasat fi Ulum al-Qur’an, diterjemahkan Amrul Hasan Ulum al-Qur’an Studi Kompleksitas al-Qur’an,,,. h.203
[8] M. Fatih Surya Dilaga, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2010), h.41-42
[10]Manna Khalil al-Qattan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, diterjemahkan oleh Mudzakir AS Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an..., h. 526-527.
[12] Mani’ Abd Halim Mahmud, Metodologi tafsir “kajian komperhensif mtode para ahli tafsir”, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2006), h. 67.

1 komentar:

Thoni mengatakan...

terimakasih banyak bang ini mohon keihklasan ini makalah nya saya pake

Posting Komentar

 
Copyright Saifurrahman El-Shahat 2009. Powered by Blogger.Designed by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul .