jadwal sholat

Selasa, 11 November 2014

istiqamah


BAB I
PENDAHULUAN
Setiap muslim sadar, bahwa ia adalah makhluk yang diciptakan untuk tujuan ibadah kepada Allah. Ibadah dalam arti yang sebenarnya. Yakni, mengikhlaskan seluruh gerak kehidupan semata hanya kepada Allah Ta’ala, berupa perkataan dan perbuatan baik yang sifatnya lahir maupun batin.
Namun, dalam rangka merealisasikan hal tersebut, tak jarang seorang muslim dihadapkan oleh beraneka macam tantangan, rintangan ataupun makar. Baik berupa halangan atau makar yang sengaja diciptakan oleh musuh-musuh Islam (kaum kuffar), maupun yang berasal dari kaum muslimin lain yang rela atau tidak sadar telah menjadi kaki tangan thogut dan syetan.
Demikian pula manusia itu adalah makhluk yang lemah dan rentan terhadap ujian. Ditambah tabiat hati yang gampang terbolak-balik. Olehnya, kemungkinan  tergelincir ke jurang maksiat dan dosa sangat besar. Makanya, tidak boleh tidak, setiap muslim butuh akan konsep istiqomah dalam hidup ini. Terlebih saat mana godaan, fitnah dan ujian telah meruap ke permukaan hingga tak ada yang bisa lepas dari cengkramannya.
Dalam makalah ini, saya berusaha membahas hadis tentang Istiqomah, Semoga makalah ini bisa bermanfaat, khususnya bagi saya dan umumnya buat pembaca yang lain.




BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Istiqamah
Istiqamah adalah tegak dihadapkan Allah SWT atau tetap pada jalan yang lurus dengan tetap menjalankan kebenaran dan menunaikan janji baik yang berkaitan dengan ucapan, perbuatan sikap dan niat atau pendek kata yang maksud dengan istiqamah adalah menempuh jalan yang lurus (shirothal mustaqin) dengan tidak menyimpang dari ajaran Tuhan. Istiqamah juga bisa diartikan dengan tidak goncang dalam menghadapi macam-macam problema yang dihadapi dalam kehidupan dengan tetap bersandar dengan tetap berpegang pada tali Allah SWT dan sunnah Rasul.[1]
Adapun menurut para sufi, istiqamah adalah satu tingkatan atau drajat dengan istiqamah itu akan tercapai kesempurnaan segala perkara, ialah kebaikan. Maka barang-barang yang tidak tetap pendiriannya, hilang lenyaplah usahanya dan sia-sialah kesungguhannya. Istiqamah itu bertingkat tiga, tingkat taqwim artinya: masih dalam tahap usaha membersihkan dan memperbaiki diri dengan memperbaiki jiwanya. Tingkat iqamah bagi mereka yang masih dalam tahap membersihkan mentalnya. Tingkat ketiga tingkat istiqomah yang sudah berada dalam usaha mendekatkan diri kepada Allah.[2]

B.     Hadis Tentang Istiqamah
قل : آمنت با لله ثم استقم
“katakanlah : Aku beriman kepada Allah, kemudian Istiqamahlah (luruslah) engkau!”
C.     Asbabul Wurud Hadis Diatas:
Dari Sufyan, ia berkata: “Ya Rasulullah katakanlah kepadaku tentang islam yang aku tidak akan bertanya kepada seorangpun selain Engkau. Maka Rasulullah bersabda : Katakanlah : Aku beriman kepada Allah.........dst”, ini menurut riwayat Imam Muslim. Sedangkan menurut Ibn Majah dari Sufyan, Ia berkata: “Ya Rasulullah, terangkan kepadaku suatu perintah yang aku akan berpegang teguh kepadanya!”. Rasulullah bersabda : “katakanlah Tuhanku adalah Allah, keudian luruslah Engkau!”. Imam Tirmidzi menambahkan: “apa yang paling ditakuti terjadi atas diriku!”. Rasulullah Bersabda : “ini”. Beliau memegang lidahnya.
Keterangan
Yakni: “ perbaharui imanmu kepada Allah, ucapkan dengan hatimu, sebutkan dengan lidahmu, engkau berusaha menghadirkan pengertian iman secara Syar’i diiringi dengan melazimkan berbuat taat, dan mengakhiri hal-hal yang bertentangan. Kata Al Manawi, hadis ini merupakan kalimat pendek yang isinya sangat luas. “kami telah mengumpulkan semua pengertian iman, islam, I’tiqad secara Qauli maupun Fi’li, ternyata bahwa islam itu ialah peng-ESA-an kepada Allah, dialah penghasil pertama dan utama sedangkan taat dengan seluruh jenisnya adalah urutan berikutnya. Dan istiqomah adalah melaksanakan semua yang diperintahkan Allah dan menjauhi semua yang dilarang.[3]
Pelajaran yang terdapat dalam hadits :
1.     Iman kepada Allah ta’ala harus mendahului ketaatan.
2.     Amal shalih dapat menjaga keimanan
3.     Iman dan amal saleh keduanya harus dilaksanakan.
4.     Istiqomah merupakan derajat yang tinggi.
5.     Keinginan yang kuat dari para shahabat dalam menjaga agamanya dan merawat keimanannya.
6.     Perintah untuk istiqomah dalam tauhid dan ikhlas beribadah hanya kepada Allah semata hingga mati.[4]
D.    DALIL-DALIL DAN DASAR ISTIQAMAH DALAM ALQUR’AN

Dalam Islam istiqamah sangatlah dianjurkan, hal itu sebagaimana tertuang dalam al-Quran yang menjadi pedoman utama dalam Islam, yakni terdapat sembilan ayat yang memuat bentuk kata jadian dari istiqamah, masing-masing Q.S. at-Taubah : 7, Q.S. Yunus : 89, Q.S. Hud : 112, Q.S. Fussilat : 6 dan 30, Q.S. al Ahqaf : 13, Q.S. asy Syura : 15, Q.S. al Jin : 16 dan Q.S. at Takwir : 28.

Istiqamah sendiri dalam al-Quran secara sederhana dapat diartikan dengan konsekuen atau konsisten terhadap perjanjian yang telah disepakati. Disini saya mengutip beberapa ayat Al-Qur’an dan penafsiran dari M.Quraisy shihab mengenai istiqamah.
Firman Allah SWT :
فما استقاموا لكم فاستقيموا لهم
Jika mereka berlaku lurus kepada kamu (konsisten terhadap perjanjian) hendaklah kamu berlaku lurus kepada mereka” (Q.S. at- Taubah : 7)[5]
Untuk membahas istiqamah sendiri di dalam al-Quran lebih lanjut penulis akan mengutip beberapa ayat tentang istiqamah ditambah dengan pendapat beberapa ahli tafsir, salah satunya adalah Q.S. Hud : 112 berikut ini:

فاستقم كما أمرت ومن تاب معك ولا تطغوا إنه بما تعملون بصير

“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kelpada kamu dan (juga) orang-orang yang bertaubat bersama kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan (Q.S. Hud : 112)[6]

Dalam ayat di atas yang paling ditekankan untuk istiqamah adalah Nabi SAW, karena Nabi merupakan suri tauladan bagi umatnya. Menurut Quraisy Shihab dalam ayat ini Nabi diperintahkan untuk konsisten dalam menegakkan tuntunan wahyu Illahi sebaik mungkin sehingga terlaksana secara sempurna sebagaimana mestinya, adapun tuntunan wahyu itu mencakup seluruh persoalan agama dan kehidupan baik kehidupan dunia maupun akhirat. Dengan demkian perintah tersebut mencakup perbaikan kehidupan duniawi dan ukhrowi, pribadi masyarakat dan lingkungan.[7]

Pada hakekatnya perintah istiqamah bukan hanya untuk Nabi, Nabi hanya diperintahkan untuk memberikan contoh saja, hal itu sebagaimana firman Allah SWT di bawah ini:

قل إنما أنا بشر مثلكم يوحى إلي أنما إلهكم إله واحد فاستقيموا إليه واستغفروه وويل للمشركين

“Katakanlah bahwasanya aku hanyalah manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepadaNya dan mohonlah ampun kepadaNya, dan kecelakan yang besarlah bagi orangorang yang musyrik.(Q.S. Fussilat: 6).[8]

 Dalam surah yang sama, juga diterangkan tentang pengerian istiqamah

إن الذين قالوا ربنا الله ثم استقاموا تتنزل عليهم الملائكة ألا تخافوا ولا تحزنوا وأبشروا بالجنة التي كنتم توعدون

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Tuhan kami adalah Allah kemudian beristiqamah maka malaikat akan turun kepada mereka (seraya berkata) janganlah kamu takut dan janganlah kamu sedih, dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan (Q.S. Fussilat : 30).[9]
E.      JALAN MENUJU ISTIQOMAH

Dalam bukunya al-Istiqomah, Syaikh Abdullah Bin Jarullah menyebutkan beberapa jalan mencapai istiqomah:
1.  Taubat. Yakni, membersihkan diri dari dosa dan maksiat, disertai perasaan menyesal serta tekad untuk tidak mengulangi kembali. Sungguh taubat yang dikerjakan dengan ikhlas, akan melahirkan sifat istiqomah. Allah Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang nasuha (sungguh-sungguh dan tukus), semoga Rabbmu akan menghapus kejahatan-kejahatanmu dan akan memasukkan kamu ke syurga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai”. (Qs.At thahrim/66:8).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ فَإِنِّي أَتُوبُ فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ
“Wahai segenap manusia, bertaubatlah kepada Allah, sesungguhnya aku bertaubat dalam sehari seratus kali”. (HR. Muslim no: 4871, Ahmad no: 71714, Ibnu Hibban no: 931).
2.  Muraqobah (perasaan diawasi). Dalam artian, selalu merasakan adanya pengawasan Allah Ta’ala yang Maha Melihat lagi Maha Mengetahui. Ingat, sifat muraqobah, jika bersemayam dalam hati, akan melahirkan sifat ihsan yang merupakan puncak penghambaan diri seorang hamba kepada Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“(Ihsan adalah) engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihatmu”. (Muttafaqun alaihi).
3.  Muhasabah  (intropeksi diri). Muslim yang berakal, sebagaimana disinyalir oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah mereka yang senantiasa melakukan intropeksi diri. Sebaliknya, lalai terhadap perbuatan yang telah dilakukan baik berupa kebajikan atau keburukan, pertanda ia termasuk orang tertipu.
Muhasabah diri, berguna untuk mengingatkan diri sendiri tentang kekurangan dalam perkara amal shaleh. Di samping sebagai pemberi peringatan atas segala kelalaian dan dosa.
Alangkah indah ungkapan Umar Ibnul Khattab radhiallahu anhu,:
حاسبوا أنفسكم قبل أن تحاسبوا ، و زنوا أنفسكم قبل أن توزنوا
“Hitung-hitunglah dirimu sebelum engkau dihitung. Timbanglah dirimu sebelum engkau ditimbang pada hari kiamat kelak”. (HR. al-Tirmidzi untuk lafadz pertama no: 2383, dan Ibnu Abi Syaibah no: 18. Syaikh al-Albani berkata dalam al-Silsilah al-Dhaifah no: 1201: Mauquf).
4.  Mujahadah (bersungguh-sungguh). Artinya, seorang muslim sadar, bahwa musuh utama yang harus ia hadapi adalah hawa nafsunya sendiri. Lantaran hawa nafsu itu senantiasa condong kepada tindak kejahatan dan kekejian. Allah Ta’ala berfirman: “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan”. (Qs. Yusuf/12:53).
Jika demikian keadaannya, sudah tentu ia akan termotivasi bermujahadah melawan hawa nafsu serta menolak segala ajakannya. Misalnya, tatkala nafsu mengajak untuk bermalas-malas dalam ibadah, spontan ia menolak dan mencelanya. Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman: “Dan orang-orang yang bermujahadah (berjuang) mencari keridhaan Kami, maka benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat ihsan”. (Qs. Al Ankabut/29:69).
5.  Tadabbur. Yakni memikirkan dan merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah Ta’ala di alam ini. Termasuk tadabbur akan sirah perjalanan para sholihin terdahulu. Allah Ta’ala mengingatkan: “Dan semua kisah dari Rasul-Rasu,l Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu”. (Qs. Huud/11:120).[10]





BAB III
KESIMPULAN
Dari pemaparan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa Istiqamah adalah tegak dihadapkan Allah SWT atau tetap pada jalan yang lurus dengan tetap menjalankan kebenaran dan menunaikan janji, baik yang berkaitan dengan ucapan, perbuatan sikap dan niat atau pendek kata yang maksud dengan istiqamah adalah menempuh jalan yang lurus (shirothal mustaqin) dengan tidak menyimpang dari ajaran Tuhan. Istiqamah juga bisa diartikan dengan tidak goncang dalam menghadapi macam-macam problema yang dihadapi dalam kehidupan dengan tetap bersandar dengan tetap berpegang pada tali Allah SWT dan sunnah Rasul.
Banyak sekali ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang istiqamah seperti Q.S. at-Taubah : 7, Q.S. Yunus : 89, Q.S. Hud : 112, Q.S. Fussilat : 6 dan 30, Q.S. al Ahqaf : 13, Q.S. asy Syura : 15, Q.S. al Jin : 16 dan Q.S. at Takwir : 28. Dan Hadispun juga banyak yang menjelaskan tentang Istiqamah, seperti Riwayat Imam Ahmad dan Imam Muslim, dan lain-lain.
Adapun beberapa jalan yang dilakukan untuk istiqamah diantaranya dengan taubat, muraqabah, muhasabah, mujahadah dan tadabbur. Demikian makalah dari saya semoga dapat diambil manfaatnya.










DAFTAR PUSTAKA

Ad-Dimsyiqi, Ibnu Hamzah Al-Husaini, Asbabul Wurud Latar Belakang Timbulnya Hadis Rasul, Jakarta, Kalam Mulia, 2007.

Akhyar, Thowil, The Secret Of Sufi Rahasia Para Sufi, Semarang, CV Asy Syifa, 1992.

Al Buny, Jamaluddin Ahmad, Menelusuri Taman-Taman Mahabbah Shufiyah, Yogyakarta, Mitra Pustaka, 2002..

Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahannya, Semarang, Kumudasmoro Grafindo,1994.

Shihab , M. Quraisy, Tafsir al-Misbah, Volume VI, Jakarta. Lentera Hati, 2002.

Syahar, Ust  Alfi. http://www.belajarislam.com/istiqomah/ (27 Juni 2014)
Nawawi, Imam, Syarhul Arba'iina Hadiitsan An Nawawiyah , PDF file.




[1] Jamaluddin Ahmad al Buny, Menelusuri Taman-Taman Mahabbah Shufiyah, (Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2002) Cet. 1, h. 151.
[2] Thowil Akhyar, The Secret Of Sufi Rahasia Para Sufi, ( Semarang:  Cv Asy Syifa, 1992) h. 55.
[3] Ibnu Hamzah Al-Husaini Ad-Dimsyiqi, Asbabul Wurud Latar Belakang Timbulnya Hadis Rasul (Jakarta: Kalam Mulia, 2007) Cet. Ke-IV. H. 76.
[4]Imam nawawi, Syarhul Arba'iina Hadiitsan An Nawawiyah , PDF file.
[5] Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahannya, (Semarang : Kumudasmoro Grafindo,1994), h. 278.
[6] Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahannya, (Semarang : Kumudasmoro Grafindo,1994), h. 344,
[7] M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah, Volume VI, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm.351.
[8] Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahannya, (Semarang : Kumudasmoro Grafindo,1994), h. 773.
[9] Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahannya, (Semarang : Kumudasmoro Grafindo,1994), h. 777.
[10] Ust. Alfi Syahar. http://www.belajarislam.com/istiqomah/ (27 Juni 2014)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright Saifurrahman El-Shahat 2009. Powered by Blogger.Designed by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul .