jadwal sholat

Rabu, 12 November 2014

logika sebagai sarana berpikir ilmiah


A.     Pendahuluan
Ada tiga hal pokok yang muncul bila manusia berpikir, yaitu : hal tentang ada yang menjadi bahasan ontologi, hal tentang pengetahuan akan kebenaran sejati yang menjadi bahasan epistemologi, dan hal tentang nilai yang menjadi bahasan aksiologi, ketiga hal tersebut disimpulkannya oleh Imam Barnadib sebagai obyek kajian problem filsafat yaitu realita, pengetahuan dan nilai.[1] Ketiga landasan ini saling berkaitan ; jadi ontologi ilmu terkait epistemologi ilmu dan epistemolagi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya. Ketika membicarakan epistemologi ilmu, maka harus dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi ilmu.[2] Epistemologi berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan itu dan jenis-jenis pengetahuan.[3]
Selain metode ilmiah sebagai cara melakukan kegiatan ilmiah, juga diperlukan juga sarana berpikir agar kegiatan tersebut menjadi teratur dan cermat. Menurut Suhartono Suparlan bahwa : Manusia mempunyai kemampuan menalar, artinya berpikir secara logis dan analitis. Kelebihan manusia dalam kemampuannya menalar dan karena mempunyai bahasa untuk mengkomunikasikan hasil pemikirannya yang abstrak, maka manusia bukan saja mempunyai pengetahuan, melainkan juga mampu mengembangkannya. Karena kelebihannya itu maka Aristoteles memberikan identitas kepada manusia sebagai “animal rationale”.
Dengan demikian sarana berpikir ilmiah sangat penting bagi ilmuwan agar dapat melaksanakan kegiatan ilmiah dengan baik. Sarana berpikir ilmiah membantu manusia menggunakan akalnya untuk berpikir dengan benar dan menemukan ilmu yang benar tanpa menguasai sarana berpikir ilmiah, kegiatan  ilmiah yang baik tak dapat dilakukan.


B.     Pembahasan
  1. Pengertian Berpikir Ilmiah
Berpikir merupakan suatu aktivitas pribadi yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Manusia berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian, pembentukan pendapat, dan simpulan atau keputusan dari sesuatu yang dikehendaki. Menurut Suriasumantri manusia tergolong ke dalam homo sapiens, yaitu makhluk yang berpikir. Hampir tidak ada masalah yang menyangkut dengan aspek kehidupannya yang terlepas dari jangkauan pikiran.[4]
Berpikir secara ilmiah adalah upaya untuk menemukan kenyataan dan ide yang belum diketahui sebelumnya. Ilmu merupakan proses kegiatan mencari pengetahuan melalui pengamatan berdasarkan teori dan generalisasi. Ilmu berusaha memahami alam sebagaimana adanya dan selanjutnya hasil kegiatan keilmuan merupakan alat untuk meramalkan dan mengendalikan gejala alam. Adapun pengetahuan adalah keseluruhan hal yang diketahui, yang membentuk persepsi tentang kebenaran atau fakta. Ilmu adalah bagian dari pengetahuan, sebaliknya setiap pengetahuan belum tentu ilmu.
Untuk itu, terdapat syarat-syarat yang membedakan ilmu (science)  dengan pengetahuan (knowledge), yaitu ilmu harus ada obyeknya, terminologinya, metodologinya, filosofinya, dan teorinya yang khas. Di samping itu, ilmu juga harus memiliki objek, metode, sistematika, dan mesti bersifat universal.
Dalam menghadapi bermacam masalah kehidupan di dunia ini, manusia akan menampilkan berbagai alat untuk mengatasi masalahnya. Alat dalam hal ini adalah pikiran atau akal yang berfungsi di dalam pembahasaannya secara filosofis tentang masalah yang dihadapi. Pikiran atau akal yang digunakan mengatasi masalah ini senantiasa bersifat ilmiah. Jadi, pikiran itu harus mempunyai kerangka berpikir ilmiah karena tidak semua berpikir itu bisa diartikan berpikir secara ilmiah.[5]

  1. Sarana Berpikir Ilmiah
Manusia disebut sebagai homo faber yaitu makhluk yang membuat alat; dan kemampuan membuat alat dimungkinkan oleh pengetahuan. Berkembangnya pengetahuan juga memerlukan alat-alat. Sarana merupakan alat yang membantu kita dalam mencapai suatu tujuan tertentu, sedangkan sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik, dengan demikian fungsi sarana ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah, bukan merupakan ilmu itu sendiri.[6]
Dalam proses penelitian harus memperhatikan dua hal, pertama sarana berpikir ilmiah bukan merupakan kumpulan ilmu, tetapi merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Kedua tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan menelaah ilmu secara baik.[7] Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sarana berpikir ilmiah adalah alat berpikir dalam membantu metode ilmiah sehingga memungkinkan penelitian dapat dilakukan secara baik dan benar. 
Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan atura-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar dari pada satu.[8]
Dalam penelitian ilmiah terdapat dua cara penarikan kesimpulan melalui cara kerja logika yaitu adalah induktif dan deduktif. Logika induktif adalah cara penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum dan rasional. Logika deduktif adalah cara penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum rasional menjadi kasus-kasus yang bersifat khusus sesuai fakta di lapangan.[9]



  1. Logika Dalam Berpikir Ilmiah
Logika berasal dari kata Yunani Kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.
Nama ‘logika’ untuk pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad ke-1 sebelum masehi), tetapi masih dalam arti ‘seni berdebat’. Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah masehi) adalah orang yang pertama kali menggunakan kata ‘logika’ dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita.
Logika adalah cabang filsafat tentang berpikir. Logika membicarakan tentang aturan-aturan berpikir agar dengan aturan-aturan tersebut dapat mengambil kesimpulan yang benar. Dengan mengetahui cara atau aturan-aturan tersebut dapat menghindarkan diri dari kesalahan dalam mengambil keputusan. Logika sama tuanya dengan umur manusia, sebab sejak manusia itu ada, manusia sudah berpikir, manusia berpikir sebenarnya logika itu telah ada. Hanya saja logika itu dinamakan logika naturalis, sebab berdasarkan kodrat dan fitrah manusia saja.
Manusia walaupun belum mempelajari hukum-hukum akal dan kaidah-kaidah ilmiah, namun praktis sudah dapat berpikir dengan teratur. Akan tetapi, bila manusia memikirkan persoalan-persoalan yang lebih sulit maka seringlah dia tersesat. Misalnya, ada dua berita yang bertentangan mutlak, sedang kedua-duanya menganggap dirinya benar. Dapatlah kedua-duanya dibenarkan semua? Untuk menolong manusia jangan tersesat dirumuskan pengetahuan logikalah yang mengetengahinya.[10]

  1. Macam-Macam Logika
a.       Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir. 
b.      Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi.[11]
  1. Cara Berpikir Logis Pengetahuan Ilmiah
Logika deduktif khususnya logika tradisional bermu­la dari zaman Yunani Kuno sekitar abad ketiga sebelum Masehi (SM). Logika ini memproses pikiran baik secara langsung maupun tidak langsung berdasarkan atas per­nyataan umum yang sudah lebih dahulu diketahui. Per­nyataan yang berisi sesuatu yang sudah diketahui disebut anteseden (premis) yang merupakan pernyataan dasar dan pernyataan yang berisi pengetahuan baru yang ditarik dari pernyataan dasar itu disebut konsekuen (kesimpulan). Un­tuk selanjutnya, dalam tulisan ini digunakan istilah premis dan kesimpulan.
Penarikan pengetahuan baru secara langsung dilaku­kan berdasarkan satu premis saja. Dari premis tersebut di­tarik kesimpulan yang merupakan implikasinya. Contoh: Dari premis “Bujur sangkar adalah bidang datar yang meru­pakan kurva tertutup yang diapit oleh empat sisi sama pan­jang dan memiliki empat sudut siku-siku”, secara langsung dapat ditarik kesimpulan: “Jika pada sebuah bujur sangkar ditarik garis diagonal, akan terjadi dua segitiga sama kaki yang sama dan sebangun” yang merupakan implikasi atau konsekuensi logis dari pernyataan pertama. Dari premis tersebut, dapat pula ditarik pernyataan-pernyataan lain yang merupakan implikasinya, antara lain:
1)      Suatu segi empat yang sisi-sisi horizontalnya tidak sama panjang dengan sisi-sisi tegak lurusnya adalah bukan bujur sangkar.
2)      Jumlah sudut bujur sangkar 360 derajat.
3)      Jika pada sebuah bujur sangkar ditarik dua buah garis diagonal, akan terjadi empat segitiga sama kaki yang sama dan sebangun.
4)      Segitiga sama kaki yang terbentuk masing-masing mempunyai satu sudut siku-siku dan dua sudut lancip yang besarnya masing-masing 45 derajat.
Dengan demikian, implikasi merupakan pernyataan yang secara tersirat telah ada dalam premis. Tentu saja, dalam hal ini kebenaran implikasi tergantung kepada ke­benaran pernyataan dasar atau premisnya. Penarikan pengetahuan baru secara tidak langsung dilakukan berdasarkan dua premis atau lebih; yang dida­sarkan atas dua premis disebut silogisme. Jadi, dapat di­katakan, silogisme merupakan bentuk formal sebagai sara­na untuk menarik kesimpulan yang baru. Silogisme selalu terdiri atas tiga proposisi yaitu dua premis dan kesimpulan. Premis yang pertama disebut premis mayor yang bersifat lebih umum, dan yang kedua yang lebih khusus disebut pre­mis minor. Dalam logika deduktif arah pemikiran bergerak dari pernyataan-pernyataan umum kepada kesimpulan yang lebih khusus. Logika deduktif modern lebih bersifat matematis. Lo­gika tersebut lazim disebut logika simbolis yang dalam tu­lisan ini tidak dibahas.[12]
b.      Logika Induktif
Berbeda dengan logika deduktif, logika induktif mem­proses pengetahuan berdasarkan fakta-fakta khusus yang diperoleh dari pengetahuan indriawi/yang diperoleh me­lalui pengamatan. Dari sejumlah fakta atau gejala khusus itu ditarik kesimpulan umum berupa pengetahuan yang baru yang berlaku untuk sebagian atau keseluruhan geja­la tersebut. Jadi, arah pemikiran bergerak dari data yang bersifat khusus kepada kesimpulan yang bersifat lebih umum. Logika induktif seperti itu di antaranya dilakukan dalam analisis statistik yang menggunakan data kuantita­tif sebagai dasar penarikan kesimpulan dan dalam analisis data kualitatif yang menggunakan data yang bersifat verbal.[13]
  1. Kegunaan Logika 
a.       Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
b.      Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
c.       Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri. 
d.      Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis.[14]

C.     Penutup
Logika adalah cabang filsafat tentang berpikir. Logika membicarakan tentang aturan-aturan berpikir agar dengan aturan-aturan tersebut dapat mengambil kesimpulan yang benar. Dengan mengetahui cara atau aturan-aturan tersebut dapat menghindarkan diri dari kesalahan dalam mengambil keputusan.
Dalam menghadapi bermacam masalah kehidupan di dunia ini, manusia akan menampilkan berbagai alat untuk mengatasi masalahnya. Alat dalam hal ini adalah pikiran atau akal yang berfungsi di dalam pembahasaannya secara filosofis tentang masalah yang dihadapi. Pikiran atau akal yang digunakan mengatasi masalah ini senantiasa bersifat ilmiah. Jadi, pikiran itu harus mempunyai kerangka berpikir ilmiah untuk mencari hasil kebenaran.





[1]Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia. 2010) h. 128.
[2]Jujun S. Suriassumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan 2009) h. 105.
[3]Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia. 2010) h. 128.
[4]Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997) h. 1.
[5]http://www.logika-berpikir-ilmiah.com diakses pada tanggal 25 Oktober 2013.
[6]Jujun S. Suriassumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, tt) h. 46.
[7]Suwardi Endraswara, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: CAPS, tt) h. 228.
[8]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: Grafindo Persada, 2004) h. 212.
[9]Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu (Bandung : Mulia Press, 2008) h. 150.
[10]Aceng Rachmat, Filsafat Ilmu Lanjutan (Jakarta: Fajar Interpratama, 2011) h. 209.
[11]Suriasumantri, Jujun S. 1997. Ilmu dalam Perspektif, Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
[12]Aceng Rachmat, Filsafat Ilmu Lanjutan (Jakarta: Fajar Interpratama, 2011) h. 209.
[13]Aceng Rachmat, Filsafat Ilmu Lanjutan (Jakarta: Fajar Interpratama, 2011) h. 211.
[14]Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu (Bandung: Mulia Press, 2008) h. 54.

1 komentar:

KOKO ROMO TORO mengatakan...

Cari Tiket Pesawat Murah?,Booking di sell tiket aja!
Dapatkan segera hanya di SELL TIKET.com tiket murah. Klik disini:
selltiket.com
Booking langsung tanpa antri..
CEPAT,….TEPAT,….DAN HARGA Di Jamin Murah!!!

Ingin usaha menjadi agen tiket pesawat??
Yang memiliki potensi penghasilan tanpa batas.
Bergabung segera di agen.selltiket.com

INFO LEBIH LANJUT HUBUNGI :
No handphone : 085363402103
PIN : D364EDCB

Posting Komentar

 
Copyright Saifurrahman El-Shahat 2009. Powered by Blogger.Designed by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul .