BAB I
PENDAHULUAN
Setiap muslim sadar, bahwa ia adalah makhluk
yang diciptakan untuk tujuan ibadah kepada Allah. Ibadah dalam arti yang
sebenarnya. Yakni, mengikhlaskan seluruh gerak kehidupan semata hanya kepada
Allah Ta’ala, berupa perkataan dan perbuatan baik yang sifatnya lahir maupun
batin.
Namun, dalam rangka merealisasikan hal
tersebut, tak jarang seorang muslim dihadapkan oleh beraneka macam tantangan,
rintangan ataupun makar. Baik berupa halangan atau makar yang sengaja
diciptakan oleh musuh-musuh Islam (kaum kuffar), maupun yang berasal dari kaum
muslimin lain yang rela atau tidak sadar telah menjadi kaki tangan thogut dan
syetan.
Demikian pula manusia itu adalah makhluk yang
lemah dan rentan terhadap ujian. Ditambah tabiat hati yang gampang
terbolak-balik. Olehnya, kemungkinan tergelincir ke jurang maksiat dan
dosa sangat besar. Makanya, tidak boleh tidak, setiap muslim butuh akan konsep
istiqomah dalam hidup ini. Terlebih saat mana godaan, fitnah dan ujian telah
meruap ke permukaan hingga tak ada yang bisa lepas dari cengkramannya.
Dalam makalah ini, saya berusaha membahas hadis tentang Istiqomah, Semoga
makalah ini bisa bermanfaat, khususnya bagi saya dan umumnya buat pembaca yang
lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Istiqamah
Istiqamah adalah tegak dihadapkan Allah SWT atau tetap pada jalan
yang lurus dengan tetap menjalankan kebenaran dan menunaikan janji baik yang
berkaitan dengan ucapan, perbuatan sikap dan niat atau pendek kata yang maksud
dengan istiqamah adalah menempuh jalan yang lurus (shirothal mustaqin)
dengan tidak menyimpang dari ajaran Tuhan. Istiqamah
juga bisa diartikan dengan tidak goncang dalam menghadapi macam-macam
problema yang dihadapi dalam kehidupan dengan tetap bersandar
dengan tetap berpegang pada tali Allah SWT dan sunnah Rasul.[1]
Adapun menurut para sufi, istiqamah adalah satu tingkatan
atau drajat dengan istiqamah itu akan tercapai kesempurnaan segala perkara,
ialah kebaikan. Maka
barang-barang yang tidak tetap pendiriannya, hilang lenyaplah usahanya dan sia-sialah
kesungguhannya. Istiqamah itu bertingkat tiga, tingkat taqwim artinya: masih
dalam tahap usaha membersihkan dan memperbaiki diri dengan memperbaiki jiwanya.
Tingkat iqamah bagi mereka yang masih dalam tahap membersihkan mentalnya.
Tingkat ketiga tingkat istiqomah yang sudah berada dalam usaha mendekatkan diri
kepada Allah.[2]
B. Hadis Tentang Istiqamah
قل
: آمنت با لله ثم استقم
“katakanlah : Aku beriman kepada Allah, kemudian Istiqamahlah
(luruslah) engkau!”
C. Asbabul Wurud Hadis Diatas:
Dari Sufyan, ia berkata: “Ya Rasulullah
katakanlah kepadaku tentang islam yang aku tidak akan bertanya kepada
seorangpun selain Engkau. Maka Rasulullah bersabda : Katakanlah : Aku beriman
kepada Allah.........dst”, ini menurut riwayat Imam Muslim. Sedangkan menurut
Ibn Majah dari Sufyan, Ia berkata: “Ya Rasulullah, terangkan kepadaku suatu
perintah yang aku akan berpegang teguh kepadanya!”. Rasulullah bersabda :
“katakanlah Tuhanku adalah Allah, keudian luruslah Engkau!”. Imam Tirmidzi
menambahkan: “apa yang paling ditakuti terjadi atas diriku!”. Rasulullah
Bersabda : “ini”. Beliau memegang lidahnya.
Keterangan
Yakni: “ perbaharui imanmu kepada Allah,
ucapkan dengan hatimu, sebutkan dengan lidahmu, engkau berusaha menghadirkan
pengertian iman secara Syar’i diiringi dengan melazimkan berbuat taat, dan
mengakhiri hal-hal yang bertentangan. Kata Al Manawi, hadis ini merupakan
kalimat pendek yang isinya sangat luas. “kami telah mengumpulkan semua
pengertian iman, islam, I’tiqad secara Qauli maupun Fi’li, ternyata bahwa islam
itu ialah peng-ESA-an kepada Allah, dialah penghasil pertama dan utama
sedangkan taat dengan seluruh jenisnya adalah urutan berikutnya. Dan istiqomah
adalah melaksanakan semua yang diperintahkan Allah dan menjauhi semua yang
dilarang.[3]
Pelajaran yang
terdapat dalam hadits :
1.
Iman kepada Allah ta’ala harus mendahului ketaatan.
2.
Amal shalih dapat menjaga keimanan
3.
Iman
dan amal saleh keduanya harus dilaksanakan.
4.
Istiqomah merupakan derajat yang tinggi.
5.
Keinginan yang kuat dari para shahabat dalam menjaga agamanya dan merawat
keimanannya.
6.
Perintah untuk istiqomah dalam tauhid dan ikhlas beribadah hanya kepada Allah
semata hingga mati.[4]
D. DALIL-DALIL DAN DASAR ISTIQAMAH DALAM ALQUR’AN
Dalam Islam istiqamah sangatlah dianjurkan, hal itu sebagaimana tertuang
dalam al-Quran yang menjadi pedoman utama dalam Islam, yakni terdapat sembilan
ayat yang memuat bentuk kata jadian dari istiqamah, masing-masing Q.S.
at-Taubah : 7, Q.S. Yunus : 89, Q.S. Hud : 112, Q.S. Fussilat : 6 dan 30, Q.S.
al Ahqaf : 13, Q.S. asy Syura : 15, Q.S. al Jin : 16 dan Q.S. at Takwir : 28.
Istiqamah sendiri dalam
al-Quran secara sederhana dapat diartikan dengan
konsekuen atau konsisten terhadap perjanjian yang telah disepakati. Disini saya mengutip beberapa ayat Al-Qur’an
dan penafsiran dari M.Quraisy shihab mengenai istiqamah.
Firman
Allah SWT :
فما استقاموا لكم فاستقيموا لهم
“Jika mereka berlaku lurus kepada kamu (konsisten terhadap
perjanjian) hendaklah kamu berlaku lurus kepada
mereka” (Q.S. at- Taubah : 7)[5]
Untuk membahas istiqamah sendiri di dalam al-Quran lebih lanjut penulis
akan mengutip beberapa ayat tentang istiqamah ditambah dengan pendapat
beberapa ahli tafsir, salah satunya adalah Q.S. Hud : 112 berikut ini:
فاستقم كما أمرت
ومن تاب معك ولا تطغوا إنه بما تعملون بصير
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar,
sebagaimana diperintahkan kelpada kamu dan (juga) orang-orang yang bertaubat
bersama kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Dia Maha melihat
apa yang kamu kerjakan (Q.S. Hud : 112)[6]
Dalam ayat di atas yang paling
ditekankan untuk istiqamah adalah Nabi SAW,
karena Nabi merupakan suri tauladan bagi umatnya. Menurut Quraisy
Shihab dalam ayat ini Nabi diperintahkan untuk konsisten dalam menegakkan
tuntunan wahyu Illahi sebaik mungkin sehingga terlaksana secara sempurna
sebagaimana mestinya, adapun tuntunan wahyu itu mencakup seluruh
persoalan agama dan kehidupan baik kehidupan dunia maupun akhirat.
Dengan demkian perintah tersebut mencakup perbaikan kehidupan duniawi
dan ukhrowi, pribadi masyarakat dan lingkungan.[7]
Pada hakekatnya perintah istiqamah bukan
hanya untuk Nabi, Nabi hanya diperintahkan untuk memberikan contoh saja, hal itu
sebagaimana firman Allah SWT di bawah ini:
قل إنما أنا بشر
مثلكم يوحى إلي أنما إلهكم إله واحد فاستقيموا إليه واستغفروه وويل للمشركين
“Katakanlah bahwasanya
aku hanyalah manusia seperti kamu, diwahyukan
kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha
Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepadaNya dan mohonlah
ampun kepadaNya, dan kecelakan yang besarlah bagi orangorang yang
musyrik.(Q.S. Fussilat: 6).[8]
Dalam
surah yang sama, juga diterangkan tentang pengerian istiqamah
إن الذين قالوا
ربنا الله ثم استقاموا تتنزل عليهم الملائكة ألا تخافوا ولا تحزنوا وأبشروا بالجنة
التي كنتم توعدون
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan
Tuhan kami adalah Allah kemudian beristiqamah maka malaikat akan turun kepada
mereka (seraya berkata) janganlah kamu takut dan janganlah kamu sedih, dan bergembiralah
kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan (Q.S. Fussilat : 30).[9]
E.
JALAN MENUJU ISTIQOMAH
Dalam bukunya al-Istiqomah, Syaikh Abdullah Bin Jarullah menyebutkan beberapa jalan mencapai istiqomah:
1.
Taubat.
Yakni, membersihkan diri dari dosa dan maksiat, disertai perasaan menyesal
serta tekad untuk tidak mengulangi kembali. Sungguh taubat yang dikerjakan
dengan ikhlas, akan melahirkan sifat istiqomah. Allah Ta’ala berfirman: “Hai
orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang nasuha
(sungguh-sungguh dan tukus), semoga Rabbmu akan menghapus kejahatan-kejahatanmu
dan akan memasukkan kamu ke syurga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai”.
(Qs.At thahrim/66:8).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ فَإِنِّي أَتُوبُ فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ
مَرَّةٍ
“Wahai segenap
manusia, bertaubatlah kepada Allah, sesungguhnya aku bertaubat dalam sehari
seratus kali”. (HR. Muslim no: 4871, Ahmad no: 71714, Ibnu
Hibban no: 931).
2.
Muraqobah (perasaan diawasi). Dalam artian, selalu merasakan adanya
pengawasan Allah Ta’ala yang Maha Melihat lagi Maha Mengetahui. Ingat, sifat
muraqobah, jika bersemayam dalam hati, akan melahirkan sifat ihsan yang
merupakan puncak penghambaan diri seorang hamba kepada Allah Ta’ala. Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda:
أَنْ
تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“(Ihsan adalah)
engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya,
sesungguhnya Ia melihatmu”. (Muttafaqun alaihi).
3. Muhasabah (intropeksi diri). Muslim yang
berakal, sebagaimana disinyalir oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
adalah mereka yang senantiasa melakukan intropeksi diri. Sebaliknya, lalai terhadap
perbuatan yang telah dilakukan baik berupa kebajikan atau keburukan, pertanda
ia termasuk orang tertipu.
Muhasabah diri,
berguna untuk mengingatkan diri sendiri tentang kekurangan dalam perkara amal
shaleh. Di samping sebagai pemberi peringatan atas segala kelalaian dan dosa.
Alangkah indah ungkapan Umar Ibnul Khattab
radhiallahu ‘anhu,:
حاسبوا
أنفسكم قبل أن تحاسبوا ، و زنوا أنفسكم قبل أن توزنوا
“Hitung-hitunglah
dirimu sebelum engkau dihitung. Timbanglah dirimu sebelum engkau ditimbang pada
hari kiamat kelak”. (HR. al-Tirmidzi untuk lafadz pertama no:
2383, dan Ibnu Abi Syaibah no: 18. Syaikh al-Albani berkata dalam al-Silsilah
al-Dhaifah no: 1201: Mauquf).
4.
Mujahadah (bersungguh-sungguh). Artinya, seorang muslim sadar, bahwa musuh
utama yang harus ia hadapi adalah hawa nafsunya sendiri. Lantaran hawa nafsu
itu senantiasa condong kepada tindak kejahatan dan kekejian. Allah Ta’ala
berfirman: “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), sesungguhnya
nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan”. (Qs. Yusuf/12:53).
Jika demikian
keadaannya, sudah tentu ia akan termotivasi bermujahadah melawan hawa nafsu
serta menolak segala ajakannya. Misalnya, tatkala nafsu mengajak untuk
bermalas-malas dalam ibadah, spontan ia menolak dan mencelanya. Dalam hal ini
Allah Ta’ala berfirman: “Dan orang-orang yang bermujahadah (berjuang)
mencari keridhaan Kami, maka benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka
jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang
berbuat ihsan”. (Qs. Al Ankabut/29:69).
5. Tadabbur. Yakni memikirkan dan merenungkan tanda-tanda
kebesaran Allah Ta’ala di alam ini. Termasuk tadabbur akan sirah perjalanan
para sholihin terdahulu. Allah Ta’ala mengingatkan: “Dan semua kisah dari
Rasul-Rasu,l Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami
teguhkan hatimu”. (Qs. Huud/11:120).[10]
BAB III
KESIMPULAN
Dari pemaparan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa Istiqamah adalah tegak dihadapkan Allah
SWT atau tetap pada jalan yang lurus dengan tetap menjalankan kebenaran dan menunaikan
janji, baik yang berkaitan dengan ucapan, perbuatan sikap dan niat atau pendek
kata yang maksud dengan istiqamah adalah menempuh jalan yang lurus (shirothal
mustaqin) dengan tidak menyimpang dari ajaran Tuhan. Istiqamah juga bisa diartikan dengan tidak goncang dalam
menghadapi macam-macam problema yang dihadapi dalam kehidupan dengan tetap bersandar
dengan tetap berpegang pada tali Allah SWT dan sunnah Rasul.
Banyak sekali ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang istiqamah seperti Q.S.
at-Taubah : 7, Q.S. Yunus : 89, Q.S. Hud : 112, Q.S. Fussilat : 6 dan 30, Q.S.
al Ahqaf : 13, Q.S. asy Syura : 15, Q.S. al Jin : 16 dan Q.S. at Takwir : 28.
Dan Hadispun juga banyak yang menjelaskan tentang Istiqamah, seperti Riwayat
Imam Ahmad dan Imam Muslim, dan lain-lain.
Adapun beberapa jalan yang dilakukan untuk istiqamah diantaranya dengan
taubat, muraqabah, muhasabah, mujahadah dan tadabbur. Demikian makalah dari
saya semoga dapat diambil manfaatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ad-Dimsyiqi, Ibnu Hamzah Al-Husaini, Asbabul
Wurud Latar Belakang Timbulnya Hadis Rasul, Jakarta, Kalam Mulia, 2007.
Akhyar, Thowil, The Secret
Of Sufi Rahasia Para Sufi, Semarang, CV Asy
Syifa, 1992.
Al Buny, Jamaluddin Ahmad, Menelusuri
Taman-Taman Mahabbah Shufiyah, Yogyakarta, Mitra Pustaka, 2002..
Departemen Agama RI, al-Quran
dan Terjemahannya, Semarang, Kumudasmoro Grafindo,1994.
Shihab
, M. Quraisy, Tafsir
al-Misbah, Volume VI, Jakarta. Lentera Hati, 2002.
Nawawi, Imam, Syarhul
Arba'iina Hadiitsan An Nawawiyah , PDF file.
[1] Jamaluddin
Ahmad al Buny, Menelusuri Taman-Taman Mahabbah Shufiyah, (Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2002) Cet. 1, h. 151.
[3] Ibnu Hamzah Al-Husaini Ad-Dimsyiqi, Asbabul Wurud Latar Belakang
Timbulnya Hadis Rasul (Jakarta: Kalam Mulia, 2007) Cet. Ke-IV. H. 76.
[5] Departemen Agama RI, al-Quran
dan Terjemahannya, (Semarang : Kumudasmoro Grafindo,1994), h.
278.
[6] Departemen Agama RI, al-Quran
dan Terjemahannya, (Semarang : Kumudasmoro Grafindo,1994), h. 344,
[7] M.
Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah, Volume VI, (Jakarta : Lentera Hati,
2002), hlm.351.
[8] Departemen Agama RI, al-Quran
dan Terjemahannya, (Semarang : Kumudasmoro Grafindo,1994), h. 773.
[9] Departemen Agama RI, al-Quran
dan Terjemahannya, (Semarang : Kumudasmoro Grafindo,1994), h. 777.
0 komentar:
Posting Komentar